Mengingat Sorga dan Bukti tentang Keberadaannya

Di manapun kaki Anda berpijak, dalam kepahitan apapun Anda hidup, sebanyak apapun kemewahan yang Anda punya, sering-seringlah menyadari satu kenyataan, bahwa kelak kita semua akan mati. Ya, kita semua akan mati. Kita semua akan terkubur di bawah tanah. Dan meninggalkan semua yang kita miliki di dunia ini. Masalah Anda akan selesai. Kesenangan Anda juga pasti akan berakhir. 

Orang bisa saja tidak percaya dengan keberadaan Tuhan. Tapi, menyangkut kematian, mereka pasti tidak akan berselisih. Karena itu adalah kenyataan yang mereka saksikan sendiri. Tapi, yang menjadi pertanyaan selanjutnya, siapa orang yang paling banyak mendapatkan manfaat dari kenyataan itu? Jelas, jawabannya hanyalah orang-orang beriman. Yang tidak beriman pun akan mati. Tapi apa yang akan mereka peroleh setelah kematian itu? Tidak ada. Kecuali derita dan penyesalan semata. 

Bayangkan ada dua orang yang hidup dalam keadaan susah. Kehidupan keduannya dihimpit oleh berbagai macam ujian. Manusia yang satu percaya dengan alam akhirat, percaya dengan ganjaran Tuhan. Tapi yang satu lagi tidak. Apa yang akan didapatkan oleh manusia kedua itu, kalau dia mati? Jika dia mati dengan membawa kekufuran, maka deritanya hanya akan berbuah penderitaan yang jauh lebih pedih. Sebanyak apapun kenikmatan hidup yang pernah dia dapat, semua itu akan lenyap. Episode kehidupannya pun hanya berakhir dengan tulang belulang. 

Tapi bagaimana dengan nasib manusia yang pertama? Kenikmatan hidupnya lenyap. Beban hidupnya juga akan berakhir. Tetapi, setelah kematian itu, dia akan mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Derita hidup yang pernah dia terima pun tak akan sebanding dengan ganjaran itu. Itulah yang membedakan nasib orang beriman dengan yang tidak beriman. Sama-sama akan mati. Tapi yang lebih mendapatkan manfaat jelas hanya orang-orang beriman saja. 

Mungkin ada yang bertanya, dan pertanyaan ini cukup sering diajukan oleh sebagian orang, “lantas dari mana kita bisa yakin bahwa hari akhirat dengan segala rinciannya itu benar-benar ada? “Bagaimana kita bisa membuktikan bahwa sorga yang telah dijanjikan Tuhan itu memang benar-benar ada, dan bukan hanya sebatas dongeng semata?” Tentu saja pertanyaan ini hanya bisa dijawab secara memuaskan setelah kita diskusikan soal keberadaan Tuhan terlebih dulu. Pembicaraan tentang hal ini sudah kita ulang berkali-kali. 

Bukti-bukti rasional dan meyakinkan tentang keberadaan Tuhan sudah banyak dipaparkan dalam buku-buku teologi Islam. Setelah keberadaan Tuhan diterima, tahap selanjutnya ialah pembuktian akan kenabian. Dari mana kita bisa yakin bahwa manusia yang bernama Muhammad Saw itu benar-benar seorang nabi? Pertama, sejarah hidup manusia agung yang satu itu terekam dengan lengkap dan jelas. Berbagai riwayat sahih tentang kehidupannya bahkan direkam dalam sanad. Lengkap dengan nama-nama perawinya. 

Anda lihat dengan seksama buku-buku sirah itu, lalu Anda buktikan sendiri, seperti apa karakter manusia yang satu itu? Apakah dia seorang pembohong, dan bukti kebohongannya ada? Atau dia dikenal sebagai sosok yang jujur dan berbudi pekerti luhur? Faktanya menunjukkan, bahwa sosok yang mengaku sebagai nabi itu dikenal sebagai sosok yang jujur. Tidak pernah berbohong sama sekali. Sekiranya kebohongan itu pernah terjadi, niscaya manusia pertama yang membuktikan kebohongan itu adalah para musuhnya sendiri. Tapi faktanya riwayat itu tidak pernah ada. 

Dengan ada kejujuran dan budi pekerti yang luhur itu, dia mengaku sebagai nabi; mengaku sebagai utusan Tuhan. Apakah dia mendatangkan bukti? Buktinya ada. Yaitu al-Quran. Kenapa al-Quran itu bisa dijadikan bukti akan kenabiannya? Karena sejak pertama kali diturunkan, dan sampai sekarang, terbukti bahwa kitab suci itu bukan kitab biasa. Dia adalah mukjizat, yang sampai detik ini tidak mampu ditandingi oleh manusia manapun. 

Nalar sehat kita akan sulit mempercayai ada satu kitab, yang berisikan kisah-kisah masa lampau, kabar-kabar yang akan datang, uraian yang detail dengan alam akhirat, dan juga penjelasan tentang sifat-sifat Tuhan, sementara yang menyampaikannya sendiri tidak pernah belajar kepada siapapun. Belum lagi dengan gaya bahasanya yang memukau para sastrawan sepanjang zaman. Lantas dari mana kitab sedahysat itu berasal kalau bukan wahyu yang berasal dari pencipta alam semesta itu sendiri? 

Sekarang kitab suci itulah yang mengabarkan kepada kita bahwa kelak akan ada yang namanya alam akhirat. Manusia, ketika itu, hanya dihadapkan dengan dua pilihan. Yaitu sorga dan neraka. Tidak ada lagi tempat ketiga. Tentu saja keyakinan kita, dengan adanya bukti-bukti itu, menjadi sangat beralasan. Pertama, karena dia disampaikan oleh kitab yang terbukti sebagai mukjizat. Dan yang kedua manusia yang menyampaikan kitab itu sendiri dikenal sebagai sosok yang jujur, mengaku sebagai nabi, dan mendatangkan bukti akan kenabiannya. 

Kalau kita ingin mengingkari, dengan alasan apa kita bisa mengajukan pengingkaran itu, kalau bukan dengan kesombongan, dan omongan yang tidak berlandaskan pada bukti? Inilah cara termudah untuk menjawab pertanyaan kenapa kita percaya dengan hal-hal ghaib. Pembuktikan tentang hal-hal ghaib itu tidak bisa dilakukan seperti halnya kita membuktikan keberadaan kuman, bakteri, planet dan makhluk apapun yang ada di alam semesta ini.

Lalu bagaimana caranya? Caranya ialah menguji kesahihan informasi yang mengabarkan hal-hal ghaib itu sendiri. Dari mana dia berasal? Dari dongeng, yang tidak jelas asal usulnya? Atau berasal dari sumber yang terpercaya? Manakala sumber yang mengabarkan hal ghaib terbukti sebagai sumber yang terpercaya, maka sangat logis kalau nalar sehat kita ikut membenarkannya. Dalam kehidupan sehari-hari pun, kabar yang berasal dari sosok yang terpercaya itu akan kita benarkan.

Kalau kita ingin mengingkari, dan pengingkaran itu ingin dikatakan masuk akal, maka kita harus menyertakan bukti-buktinya. Kalau tidak ada buktinya, berarti itu hanya omong kosong belaka. Kita percaya dengan sorga, neraka, dengan segala rinciannya, karena semua itu dikabarkan oleh sumber yang terpercaya. 

Dengan mengingat sorga, maka kita bisa tetap optimis dalam menjalani hidup. Seberat apapun masalah kita. Inilah alasan mengapa orang beriman, yang benar-benar menghayati keimanannya, tidak layak untuk mengenal kata putus asa. Kalau ada orang beriman yang mengalami perasaan itu, maka pastilah ada yang salah dengan keimanannya. Pastilah dia tidak menghayati keimanan itu dengan baik. 

Kadang kita mengalami kebosanan dalam hidup, kita merasa lelah, pekerjaan kita terasa berat, hidup kita kadang dilinangi oleh kucuran air mata, keringat, kekecewaan, rasa sedih, kesal, muak dan semacamnya. Baik Anda beriman atau tidak beriman, pastilah hidup Anda akan melewati masa-masa sulit itu. Tapi, orang yang tidak beriman tidak punya harapan lebih selain kehidupan kita yang sekarang. Lain halnya dengan cara pandang kaum beriman, yang tidak melihat kehidupan di dunia ini, kecuali hanya sebagai jalan untuk menjemput kehidupan yang benar-benar hakiki. 

Di sana adalah masa depan yang abadi, yang di dalamnya kita akan menerima balasan atas semua yang pernah kita perbuat. Yakinlah bahwa kehidupan kita akan berakhir. Dan, setelah kehidupan ini berakhir, tanamkanlah keyakinan, bahwa kita semua akan memasuki alam akhir. Apa yang kita tempuh sekarang hanyalah perjalanan menuju kehidupan yang abadi itu. Dan berhasil atau tidaknya kita di sana ditentukan oleh upaya dan pilihan hidup kita sendiri selama hidup di alam dunia ini. Demikian, wallahu ‘alam bisshawab.

Bagikan di akun sosial media anda