Syekh Yusri dan Salah Satu Petuahnya yang Paling Berharga

Jika Anda diberikan pilihan antara uang dan kesempatan sekolah, kira-kira mana yang akan Anda pilih? Nafsu jelas akan memilih tawaran yang pertama. Dengan uang, kata nafsu, “saya bisa membeli banyak hal yang saya mau. Kebutuhan pokok saya terpenuhi. Perut saya kenyang. Mau beli ini, itu, nggak susah. Bisa pergi ke sana, bisa melancong kesini. Enak deh pokoknya.” Dan memang benar. Punya uang itu enak. Dengan uang, banyak hal bisa kita dapat. 

Tapi, nalar yang jernih akan punya cara pandang berbeda. “Lebih baik saya hidup tertatih-tatih sekarang dari pada saya harus menyesal di kemudian hari, karena nggak punya kemampuan. Kesempatan sekolah adalah kesempatan mahal, yang tidak dimiliki oleh semua orang. Kalau saya belajar dengan serius, saya akan punya kemampuan. Kalau kemampuan sudah didapat, maka dari situlah saya bisa meraih masa depan yang baik.” 

“Nggak apa-apalah sekarang saya hidup apa adanya dulu. Yang penting selesai kuliah saya nggak kebingungan. Karena sudah mengantongi kemampuan.” Nilai seseorang, menurut akal sehat, bukan terletak pada tabungan dan penghasilannya, tapi terletak pada kemampuan dan keahliannya. Dengan kemampuan itu dia bisa memberikan manfaat kepada banyak orang. Dan dengan kemampuan itu juga dia bisa menyejahterakan hidupnya sendiri.

Cuma memang itu memerlukan proses. Awalnya kadang harus capek dulu. Tapi hasilnya bisa lebih manis. Kalau Anda masih punya kesempatan sekolah, apalagi ke luar negeri, lebih baik Anda gunakan kesempatan itu dengan baik, dengan belajar sebaik mungkin. Jangan lupa, uang itu kadang bisa menjadi ujian di persimpangan jalan. Tidak jadi masalah—bahkan bagus—kalau Anda bisa menghasilkan uang di samping kuliah. Entah itu berdagang, berbisnis, atau apa saja. Saya sendiri kadang melakukan itu. 

Tapi, kalau sudah menomerduakan belajar, saking sibuknya bekerja, kayanya pilihan itu perlu ditinjau ulang. Berapapun banyaknya uang yang Anda hasilkan, uang yang Anda dapat itu kelak akan habis. Bayangkan Anda pulang ke negeri Anda dengan uang puluhan bahkan ratusan juta. Apa yang akan terjadi setelah itu? Cepat atau lambat, uang itu pasti akan habis. Bahkan boleh jadi lenyap dalam hitungan waktu yang singkat. 

Lalu apa hasilnya? Anda bingung. Anda menyesal. Nggak punya kemampuan yang bisa diandalkan. Karena dulu belajarnya nggak serius. Dikasih kesempatan kuliah, malah digunakan untuk melakukan hal yang lain. Niatan awalnya sih biar mandiri. Eh tapi pas dirasa-rasa punya uang itu kok rasanya enak. Ujung-ujungnya jadi ketagihan. Padahal, sekiranya waktu bertahun-tahun itu Anda gunakan untuk belajar dengan baik, yang akan Anda dapatkan di kemudian hari boleh jadi lebih baik dari apa yang Anda hasilkan sekarang itu. 

Barangkali ini termasuk salah satu petuah hidup paling berharga yang sering saya simak dari Syekh Yusri, sekaligus terbuktikan kebenarannya melalui pengalaman beliau sendiri. Syekh Yusri, dalam berbagai ceramahnya, sering menekankan tentang pentingnya menunaikan tugas sesuai dengan maqam kita masing-masing. Setiap manusia sudah ada maqamnya. Dan tugas mereka ialah menunaikan tugas sesuai dengan maqam itu. Di antara nasihatnya yang masih saya ingat ialah petikan kalimat berikut ini.

“Kalau Anda mau meraih keberhasilan hidup, lihat maqam Anda yang sekarang. Lalu tunaikan tugas Anda yang sekarang itu sebaik mungkin. Maka kelak Anda akan meraih masa depan yang baik.” Intinya, kata beliau, kalau pengen jadi orang sukses, maka kuncinya ialah menunaikan tugas sesuai dengan tahapan dan kedudukan hidup kita masing-masing. Manakala tugas itu sudah ditunaikan dengan baik, maka kelak masa depan yang baik itu akan terbuka dengan sendirinya.

Contohnya, sekarang Anda ditakdirkan sebagai pelajar. Yaudah. Tugas utama Anda ya belajar. Yang lain itu boleh dilakukan. Tapi cuma sebatas sampingan aja. Syekh Yusri sendiri pernah bercerita. “Dulu”, kata beliau, “sewaktu lulus magister, beberapa teman saya ada yang sudah buka praktek (sebagai dokter). Saya nggak. Saya memilih untuk hidup tertatih-tatih dan apa adanya. Saya tidak buka praktek kecuali setelah meraih gelar doktor.”

Lalu apa hasilnya? Ya, di awal-awal, dari sudut penghasilan, teman-temannya yang sudah buka praktek itu jelas terlihat lebih sukses, kata beliau. Tapi apa yang terjadi di kemudian hari? Karena beliau memaksimalkan tugasnya sebagai pelajar, dan memantapkan kecakapannya dalam proses itu, di kemudian hari Syekh Yusri mendapatkan sesuatu yang jauh lebih baik ketimbang teman-temannya itu. Gelar tertinggi dalam bidang kedokteran, beliau dapat. Penghasilan berlimpah, jangan ditanya. Sudah begitu bisa menjadi ahli agama pula! Teman-temannya yang lain nggak ada yang bisa meraih itu. 

Apa rahasianya? Rahasianya ya itu tadi. Sadar dengan maqam dan kedudukan. Lalu menunaikan tugas yang beliau terima dalam maqam itu. Kalau tugas utama sudah ditunaikan, maka silakan Anda cari kegiatan yang lain. Memikirkan masa depan itu boleh. Tapi jangan sampai melupakan tugas kita yang sekarang dulu. Itu intinya. Terus terang, ini adalah salah satu petuah paling berharga yang pernah saya dapat dari beliau. Saya amalkan. Dan, secara pribadi, saya betul-betul merasakan buahnya.

Waktu kuliah saya nggak banyak mikirin kerjaan. Pokoknya tugas saya cuma belajar. Soal nanti kerja di mana, penghasilan berapa, terserah aja lah. Tapi, nasihat Syekh Yusri selalu saya ingat. Hasilnya, Alhamdulillah, pulang ke Indonesia saya tidak kebingungan nyari kegiatan. Ada bapak-bapak masjid nyuruh ngisi pengajian, siap. Karena waktu kuliah udah biasa ngomong. Datang ibu-ibu minta ngisi majlis taklim, siap juga. Menulis, udah jadi hobi. Bikin buku, gampang. Khotbah jum’at, bisa. Disuruh ngisi seminar, siap. Udah gitu urusan jodoh dipermudah pula! 

Bahkan, kalau bicara uang, sepulang dari Mesir saya pernah menerima uang dengan nominal yang tidak pernah saya terima sepanjang hayat saya. Tapi resikonya ya gitu. Waktu kuliah jadi mahasiswa kere dulu. Apa rahasianya? Lagi-lagi pesan dari Syekh Yusri itu. Sadari maqam dan kedudukan Anda sekarang. Lalu tunaikan tugas Anda sebaik mungkin. Tanpa Anda pikirkan pun, masa depan yang baik kelak akan menanti Anda.

Apa yang Anda kerjakan sekarang, sedikit banyak itu menentukan masa depan Anda sendiri. Kalau sekarang masih diberi kesempatan untuk sekolah, pergunakanlah kesempatan itu dengan baik. Kalaulah harus sambil bekerja, tidak jadi masalah. Asal jangan menomerduakan belajar. Jangan lupa sempatkan membaca buku, menulis, mengaji, menghafal, diskusi, di samping ibadah-ibadah pokok. Karena memang itulah tugas utama mahasiswa.

Ya itu kalau sejak awal Anda pergi ke luar negeri untuk belajar dan menimba ilmu. Lain cerita kalau sejak awal punya tujuan berbeda. “Tapi kan orang kuliah nggak harus jadi pendidik, ahli agama, kiai, ustad, dan sejenisnya.” Betul. Memang kehidupan tak akan indah tanpa adanya keragaman. Termasuk dalam profesi dan pekerjaan. Manusia punya kecenderungan dan hobi yang beragam. Kita mengakui itu. 

Tapi, ketika memutuskan untuk kuliah sejak awal, maka sebagai konsekuensinya Anda berkewajiban untuk menunaikan tugas yang telah Anda pilih itu. Itu hasil dari pilihan Anda sendiri. Kalau tugas ini sudah selesai, baru nanti Anda bisa memetakan kehidupan dengan jalan yang lain. Itu bisa nanti. Tidak harus sekarang. Ini nasihat berharga yang pernah saya terima dari orang yang berpengalaman. Saya amalkan. Dan, paling tidak, saya merasakan buahnya. Sekurang-kurangnya pilihan yang dulu saya ambil tidak membuat saya menyesal di saat sekarang. 

Namun demikian, pada akhirnya hidup adalah pilihan. Setiap pilihan melahirkan resiko dan konsekuensi. Tinggal kita aja yang memilih. Mau memahat masa depan dengan pengetahuan dan kemampuan. Atau memilih menomerduakan belajar sambil mencari uang demi meraup kekaayan. Syukur2 bisa memadukan keduanya. Sayangnya nggak semua orang mampu melakukan itu. Karena uang itu sering melalaikan. Sementara keterbatasan sering menjadi pemicu semangat dan kesungguhan.

Bagikan di akun sosial media anda